ayat-ayat suci

Sabtu, 27 Agustus 2011

PENGUMUMAN SYAWALAN NAGA UTARA

Diberitahukan segenap anggota laskar NAGA UTARA PKB Secang Kab.Magelang
besok
tanggal : 25 September 2011
pukul : 14.00 wib
Tempat : Bp.Yerri Slamet
Karanggeneng Rt 24 rw 11 Payaman Secang

Acara : Halal bi halalan Laskar NAga UTara Secang
Hiburan : O.M PALAPA

Selasa, 23 Agustus 2011

Susunan kepengurusan PAC PKB kec.Secang

PENGURUS DEWAN TANFIDZ PARTAI KEBANGKITAN BANGSA KEC.SECANG

KETUA..................; H.MASRURI
( sempu )
ABIDIN MUHTAR
( Secang )
SEKERTARIS.............; SLAMET WAHIDIN ( PAK MBAMBUNG )
( Secang )
NOVI
( Sindas )
BENDAHARA..............; Ir.SAMSYUL FAUZI
( Payaman )
ZERRI SLAMET
( Payaman )
GARDA BANGSA...........: THOMAS,CAK GUN,AGUS,AJI,Nawi DLL
( Sindas,Madusari,Payaman,PAyamn,MAdusari )


Setelah Tujuh Parpol Lama Kini Empat Parpol Baru Resmi Daftarkan Diri

Semarang – Sudah empat partai politik (parpol ) baru yang telah resmi mendaftarkan diri di Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas)Jawa Tengah. Keempat partai politik yang telah mendaftar tersebut langsung mempersiapkan diri untuk menjalani verifikasi sebagai syarat mutlah untuk lolos dan bersaing di pemilu 2014 nanti.

Keempat partai politik baru tersebut adalah Nasional Demokrat (Nasdem), Nasional Republik (Nasrep), Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN), dan Serikat Rakyat Independen (SRI). Dikatakan oleh Kepala Badan Kesbangpolinmas Agus Tusono, dari keempat partai politik baru yang terakhir kali mendaftar adalah partai SRI yang mendaftar pada pertengahan bulan Agustus ini.

"Sebenarnya sudah ada 11 partai yang sudah mendaftar ke Badan Kesbangpolinmas, namun tujuh di antaranya parpol tersebut adalah parpol lama," kata Agus.

Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkembangnnya, partai lama yang sudah ikut dalam Pemilu 2009 tak perlu mendaftarkan diri namun ketujuh partai lama tersebut telah memasukan berkasnya sebelum keputusan tersebut dikeluarkan alhasil ketujuh partai tersebut hingga saat ini dinyatakan tercatat dan terdaftar. Ketujuh partai politik lama yang telah mendaftarkan diri tersebut adalah adalah Partai Golkar, PKB, PDIP, Demokrat, PKS, PAN, dan Gerindra.

Namun demikian, seluruh data baik dari partai politik lama maupun partai politik baru harus tetap masuk ke Kementerian Hukum dan HAM. Karena KEMENHUKHAM lah yang menentukan apakah partai politik tersebut berbadan hukum atau tidak. Sementara itu, Kesbangpolinmas sifatnya hanya membantu saja. Dimana data-data parpol yang baru akan diserahkan ke kementerian tersebut. "Ini mendekati detik-detik penghabisan, karena pendaftaran akan berakhir tanggal 20 Agustus," jelas Agus.

Terdapat beberapa syarat yang sedianya dipenuhi oleh partai politik agar dapat lolos dalam verifikasi diantaranya memiliki kepengurusan yangbtersebar di 33 profinsi sebanyak 75 persen ditingkat kabupaten/kota di jateng, 50 persen tingkat kecamatan, adanya struktur kepengurusan, dan memiliki kantor tetap hingga beberapa tahun ke depan. (mil/lie berbagai sumber)

NU : 1 Syawwal belum di tetapkan, Idul Fitri Bisa Saja Beda Tanggal

Jakarta – Penentuan Idul Fitri atau 1 Syawal 1432 H belum dapat ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama (NU). Karena untuk menetapkan hari besar atau hari raya tersebut harus menunggu hasil rukyat yang digelar pada 29 agustus mendatang oleh NU.


Disampaikan oleh ketua Lajnah Falakiyyah Nahdlatul Ulama (NU), Ghazalie Masroerie, “Belum kita masih menunggu hasil rukyat,”katanya


Menurut Ghazalie, sebagai bahan rujukan dalam sidang istbat yang dilakukan oleh pemerintah mendatang maka sebelumnya dilakukan rukyat. Dan NU lah yang menetapkan dan mengikhbarkan hasil dari sidang tersebut guna di ketahui oleh masyarakat secara umum.

Selain itu, Ghazalie pun juga meminta kepada semua pihak agar tidak mengaitkan adanya perbedaan dalam berpuasa atau berhari raya dengan dua kutub ormas besar, NU dan Muhammadiyah. Karena ada Opini seakan mengesankan kedua belah kubu ormas tersebut berselisih akibat Ramadhan dan Syawwal yang berbeda, misalnya.

Padahal, perbedaan yang terjadi tidak bersifat institusional, melainkan perbedaan terdapat pada metode dan kriteri penentuan hilal.(mil/lie berbagai sumber)

Masih Menunggu Rekomendasi Kyai Kampung Untuk Tentukan Bakal Capres PKB

Jakarta – Pencalonan Capres 2014 memang masih dikatakan cukup lama namun beberapa partai banyak yang telah menggadhang – gadhang bakal calon dari kader partanya masing – masing. Tak terlepas dengan PKB yang menyebut Muhaimin Iskandar layak jadi bakal Capres 2014 yang dikatakan oleh beberapa politisi PKB. Namum DPP PKB sendiri belum memutuskan siapa jagoannya dalam Pilpres 2014 mendatang. Karena keputusan penting tersebut diambil setelah mendapat masukan dari para kyai di perkampungan yang merupakan sebagai basis massa PKB.

"Soal capres akan kita putuskan setelah melihat hasil kerja kader-kader PKB dan kyai-kyai kampung yang menjadi ujung tombak konsolidasi partai," kata Sekjen DPP PKB, Imam Nahrawi.

Namun demikian, menurut Imam, bukan berarti masalah bakal capres belum dipikirkan oleh PKB. Untuk sementara ini, fokus PKB adalah menimbang-nimbang aspirasi masyarkat mengenai nama sejumlah bakal capres yang sudah mulai dimunculkan parpol lain, seperti Aburizal Bakrie, Sri Mulyani dan Hatta Radjasa.

"Kita menyerap aspirasi rakyat dan masih melihat hasil-hasil survey. Yang pada akhirnya akan kita tanyakan kepada kyai-kyai kampung siapa yang pantas diusung. Kyai kampung itu jubir PKB," tambah Imam.

Bila melihat sebarapa besar peluang Cak Imin maju sebagai capres 2014 mendatang PKB saat ini sedang melakukan konsolidasi di dalam partai dan lebih mengautkan kaderisasi kedepan.

"Kita sedang mengkonsolidasikan diri dan menata kader untuk bersiap menantang partai-partai besar dalam Pemilu 2009," jelas Imam.(mil/lie berbagai sumber)

Kamis, 18 Agustus 2011

Salahudin Al-Ayubi

Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.



Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Shalahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di Jerusalem selama Perang Salib). Namun mundurnya Sholahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memrovokasi muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem di tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Akhirnya seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Selain Jerusalem kota-kota lainnya pun ditaklukkan kecuali Tyres/Tyrus. Jatuhnya Jerusalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third Crusade.

Perang Salib Ketiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of Arsuf. Shalahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibilty Sholahuddin. Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard cedera, Shalahuddin menawarkan pengobatan di saat perang di mana pada saat itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan dipercaya.


Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.



Data lengkap tentang King Salahudin Al-Ayubi
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub


Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.

Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak
ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid
Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang
dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang
sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya,
Kristus, adalah kerajaan abadi...."

Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari
Saladin yang akan datang kepada kita kini? Dari ruang makamnya
yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin
adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita
dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan
kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ilham
pengorbanan - yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.

Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat
maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad
ke- 12 itu - adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani
dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan
darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187.
Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen
kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan
pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu
akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan
penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan
sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun
1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut
Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa
orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

"Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya,
az-Zahir, menjelang wafat, "...Jangan tumpahkan darah... sebab
darah yang terpercik tak akan tertidur."

Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang
tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa
cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita
toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard
Berhati Singa yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya.
Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya
buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter.
Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan
pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa
takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa
melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya
mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari
abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah
zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya
masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di
tahun 1970-an, saya kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong
bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh,
keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.

Mbah Dur, Kiai Pencinta Tradisi

Almarhum KH Abdurahman Chudlari dikenal sebagai kiai yang mampu mengayomi, melindungi, dan memfasilitasi pergerakan tradisi yang berkembang di masyakarat. Dan almarhum tidak pernah menseleksi tradisi. Semua tradisi diterima dengan lapang dada.

Ahmad Majidun, ketua PC Lakpesdam NU Magelang, mengatakan, kepedulian KH Abdurahman Chudlori dalam tradisi tidak dilakukan dengan berbicara, tapi sikap dan tindakan.

"Saya belum pernah mendengar pernyataan Mbah Dur tentang tradisi atau adat kebiasaan di masyarakat. Pembelaan beliau pada tradisi mewejud dalam kehidupan sehari-hari," kata Majidun yang kenal Mbah Dur sejak tahun 1986. Mbah Dur adalah panggilan akrab masyarakat untuk KH Abdurahman Chudari.

Kecintaan pada tradisi sebetulnya bukan kekhasan Mbah Dur, melainkan keluarga besar pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Mbah Dur ada di dalamnya.

Tiap tahun, pesantren ini memfasilitasi pageleraan berbagai kesenian yang hidup di Jawa. Ada jathilan, tari topeng, reyog, ketoprak, wayang kulit, barongsai, warangan, dan masih banyak lagi. Kesenian-kesenian itu digelar 24 jam penuh dalam acara khataman atau akhirussana pesantren.

"Pesantren Tegalrejo berpartisipasi aktif dalam banyak tradisi yang berkembang di masyarakat. Mbah Dur mendukung upacara mengawali musim tanam di sawah dan acara musim panen," ujar Majidun.

"Dan yang sangat menonjol adalah keguyuban, kebersamaan, kegotongroyongan serta kebersamaannya. Komunitasnya pun beragam, dari kesenian hingga keagamaan yang plural," tambahnya.

Mbah Dur meninggal di usia 68 tahun. Ia tiga bersaudara dari pasangan KH M. Chudlori dengan Kunah Dalhar.

Kemarin Selasa (25/1), dalam acara pelepasan jenazah Mbah Dur, KH Nurul Huda dari pesantren Ploso Kediri mengatakan, "Sebagaimana Gus Dur, Mbah Dur adalah kiai yang mampu melayani dan memfasilitasi keguyuban para ulama dan pesantren."

"Almarhum telah menyelesaikan tugas kekhalifahannya di dunia. Kita penerusnya berkewajiban merawat dan mengembangkan pondok pesantren peninggalannya," kata Lukman Hakim Saifuddin, wakil Ketua MPR.

Kehidupan yang seperti inilah yang dikenang. Selamat jalan, Mbah..


Sabtu, 13 Agustus 2011

Sejarah Besar Islam Terjadi di Bulan Ramadhan

ulan Ramadhan merupakan bulan istimewa. Pada tanggal 17 Ramadlan, nabi Muhamad menerima ayat pertama al-Quran yang berbunyi “Iqra”. Artinya baca dan fahami. Melalui ayat ini, Allah menyuruh umatnya untuk faham, cerdas, maju, menggali rahasia-rahisa alam termasuk penciptaan manusia.

Demikian dikatakan ketua PBNU, Said Aqil Siroj saat ceramah menjelang buka puasa di Kedubes Iran pada (11/08) di Jakarta.

“Sehingga kalau di pesantren-pesantren NU, ada yang dinamakan pasanan, baca kitab khusus Ramadhan. Kurikulum di luar Ramadhan, berhenti dulu. Khusus di bulan Ramadhan ada yang baca Minhajul Abidin, macam-macam, yang dibaca dua puluh hari, selesai! Itu merupakan kecintaan kita terhadap ilmu dengan perintah iqra bismi robbika”.

Kang Said menegaskan, hanya orang berilmu yang bisa benar. Harus dengan analisis, obyektif rasional, ilmiah, logis, baru bisa benar.

“Keistimewaan lain Ramadhan, dalam sejarahnya, banyak sekali perjuangan besar dan menentukan, yang terjadi di bulan ini. Perang Badar pada tahun kedua Hiriyah, 313 umat Islam melawan 1000 orang kaum musyrikin Mekkah. Itu terjadi tanggal 17. Umat Islam menang. Kemenangan ini sangat menentukan bagi perjuangan umat Islam ke depan,” lanjutnya.

Kang Said menambahkan, Islam masuk ke Andalusia, Spanyol, dibawa Thariq Bin Ziyad, budaknya gubernur Mesir, Musa bin Musayir terjadi bulan Ramadhan. Tariq membawa 5000 pasukan melawan raja Fredrick. Umat Islam menang. Dan berkuasa sampai 800 tahun. Bisa membangun peradaban di sana. Beberapa ulama besar lahir; Ibn Rusyd, Ibn Hazm, asy-Syatibi, al-Qurthubi, Ibn Tufail, Ibn Bajjah, Ibn Malik.

“Nah, yang paling istimewa, lanjut doktor Umul Quro ini, bagi bangsa Indonesia, tahun 2011 ini akan memperingati hari kemerdekaannya pada tanggal 17 Ramadlan. Ini bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an, diturunkannya al-Qur’an,” pungkasnya.

....siiappp berjuang demi kemaslahatan umat....

Selasa, 09 Agustus 2011

Perpaduan Jawa Eropa di Masjid Agung Payaman

Hasyim Asy'ari (alm) saat berkunjung ke Masjid Agung Payaman di Kabupaten Magelang. Tak lain karena kondisi bangunan masjid yang begitu megah, dibanding tampilan rumah penduduk sekitar yang masih beratapkan rumbia.
Saat itu tahun 1938, berlangsung Muktamar NU ke 6 di Thai Tong (sekarang Hotel Sumber Waras) Magelang. Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) itu tak sekedar berkunjung ke Masjid Payaman, melainkan juga ingin bertemu KH Sirodj bin Abdul Rosyid, kiai tersohor di wilayah ini. Keturunan KH Sirodj, KH Huda menuturkan cerita ini, awal Agustus 2010.
Bangunan Masjid Agung Payaman memang tak biasa seperti corak bangunan serupa di tanah Jawa. Tampak menonjol sebagai ciri khas masjid ini, ada perpaduan Mustaka Jawa dengan dua atap berbentuk kerucut layaknya sebuah puri bergaya Eropa. Hal itu tak lain karena dirancang seorang arsitek Belanda, Van Misch namanya.
Keberadaan masjid yang terletak di Kampung Kauman, Desa Payaman, Kecamatan Secang ini tak dapat lepas dari peran besar Kiai Sirodj. Hubungan baik antara Bupati Magelang kala itu, Danoe Soegondo, dengan Kiai Sirodj melatarbelakangi berdirinya masjid. Kiai Sirodj mengusulkan juga pembangunan Masjid Agung Magelang di kompleks alun-alun Kota Magelang.
Seperti disebutkan dalam buku kumpulan dokumentasi keluaraga Kiai Sirodj, dua masjid itu dibangun dari kas pemerintah Belanda. Sehingga boleh dikata, hubungan Kiai Sirodj dengan pemerintah Belanda awalnya baik. Bahkan, Kiai Sirodj mendapat gelar Romo Agung dari kolonial.
Masjid Agung Payaman sebenarnya memiliki dua bagian bangunan dengan periode berbeda. Bangunan utama dengan luas sekitar 200 meter persegi, belum terlacak waktu pengerjaannya. "Sampai sekarang nggak ada yang bisa melacak tahun pembuatan bangunan periode pertama," kata Kiai Huda saat ditemui di kediamannya, sekitar 100 meter dari masjid.
Pembangunan kemudian melibatkan arsitek Belanda seperti dijelaskan sebelumnya, tahun 1937. Yakni berupa perluasan masjid, seperti serambi, dan pembangunan di bagian atap atau kubah. Bedug juga kentongan bercat cokelat tua yang dibuat pada tahun ini, tampak baik kondisinya. Pada bedug terdapat keterangan tahun 1937, sedangkan pada kentongan terukir tulisan "dibuat: 15 Maret 1937".
Basis Perjuangan
Masjid ini memiliki nilai historis yang tak kalah menariknya dengan masjid-masjid kuno lain. Menjadi basis pengusiran serdadu kompeni di Ambarawa, para anggota Laskar Hizbullah menyusun strategi pergerakannya di sini. Masjid ini tak luput dari serangan kolonial Belanda di tahun 1948, bertepatan dengan pengajian pada hari Selasa.
Pesawat fokker dengan baling-baling berwarna merah memuntahkan pelurunya. Sejumlah rumah serta pepohonan rusak, demikian juga dengan bangunan masjid. Beruntung, tak ada korban jiwa dan hanya bagian atap masjid saja yang rusak tertembus peluru kaliber 12,7, sebagaimana disebutkan dalam buku keluarga Kiai Sirodj.
Kini, kepengurusan Masjid Agung Payaman telah sampai pada generasi ke-empat, generasi Kiai Huda. Sampai generasi ini, renovasi belum pernah dilakukan, mengingat kondisi bangunan yang masih baik. "Kecuali penambahan tempat wudlu dan kolam," imbuh Kiai Huda. Untuk pengelolaannya, masyarakat sekitar pun dilibatkan. Hal demikian mulai diberlakukan sejak kepengurusan pada generasi ke-dua.
Lahir pada tahun 1878, Kiai Sirodj berpulang pada 29 Agustus 1959. Ia mewariskan kurikulum pengajaran jamaah masjid berupa pengajian setiap Senin, Sabtu, juga pesantren Ramadan.

RESOLUSI JIHAD Spirit Rakyat dalam Perang 10 November 1945

Jakarta, NU Online
Kedasyatan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tidak bisa dilepaskan dari Resolusi Jihad, Perintah Perang, yang dikeluarkan oleh Hadratush Syaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari pada Tanggal 22 Oktober 1945. Pernyataan Perintah Perang itu disampaikan oleh Kiai Haji Hasyim Asy’ari di depan Presiden Soekarno di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, beberapa hari sebelum pecah Perang 10 November 1945.

Ihwal pertemuan bersejarah itu diungkapkan oleh Ki Setyo Oetomo Darmadi, adik pahlawan PETA Soepriyadi, di Blok A, Jakarta, Ahad, 7 November 2010.

Menurut mantan anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang akrab dipanggil Ki Darmadi, Bung Karno menemui Kiai Haji Hasyim Asy’ari ditemani oleh Residen Jawa Timur Soedirman, ayah Kandung Mantan Gubernur Jawa Timur Basofi Soedirman. Dalam pertemuan bersejarah di Pondok Pesantren Tebu Ireng itu, kedua pemimpin tersebut membahas situasi politik terkait kedatangan Pasukan Sekutu dibawa Komando Inggris, yang membawa serta penjajah Belanda.

“Kiai, dipundi (despundi, bhs Jawa: bagaimana: RED.), bahasa Bung Karno, Inggris datang niku(itu: Jawa), gimana umat Islam menyikapinya? “ tanya Presiden Soekarno kepada Rois Akbar NU, yang akrab dengan panggilan Mbah Hasyim.

Mendapat pertanyaan atas sikapnya dengan kedatangan pasukan Sekutu, yang berdalih mengambil alih kekuasaan dari Jepang, lawan Perang Dunia Kedua yang sudah dikalahkan, yang berarti juga menafikan Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Mbah Hasyim pun menjawab dengan tegas.

Lho Bung, umat Islam jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah: RED.) untuk NKRI, ini Perintah Perang !” kata Rois Akbar Nahdlatul Ulama Hadratush Syaikh Kia Haji Hasyim Asy’ari, menjawab pertanyaan, sekaligus permintaan bantuan dari Presiden Soekarno dalam menghadapi ancaman pasukan Sekutu.

Pasukan AFNEI mulai mendarat di Jakarta pada Tanggal 29 September 1945 dibawa pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. AFNEI berkekuatan 3 divisi: Divisi ke-23 dibawa Komando Mayor Jenderal D.C Hawthorn, menguasai daerah Jawa Barat; Divisi ke-5 dibawa Komando Mayor Jenderal E.C.Mansergh, menguasai daerah Jawa Timur; dan Divisi ke-26 dibawah Komando Mayor Jenderal H.M. Chambers, menguasai daerah Sumatera. Adapun Brigade ke-49 dibawa pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S.Mallaby yang mendarat di Surabaya merupakan bagian Divisi ke-23 pimpinan Mayjen D.C Hawthorn. Ketiga divisi itu bertugas mengambil alih kekuasaan Indonesia dari Jepang, yang berarti tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Menurut Ki Darmadi, seruan jihad melawan pasukan sekutu yang dikeluarkan Kiai Haji Hasyim Asy’ari itulah yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. “Lalu Kiai Hasyim Asy’ari meminta Bung Tomo supaya teriak Allahu Akbar untuk menggerakkan para pemuda. Jasa utama Bung Tomo itu karena diperintah Kiai Haji Hasyim Asy’ari jadi orator perang,” ungkap Ki Darmadi terkait ihwal munculnya pekik Allahu Akbar yang dikumandangkan Bung Tomo melaui radio-radio.

Terkait pertanyaan kenapa Bung Karno menemui Mbah Hasyim Asy’ari, adik Pahlawan Nasional Soepriyadi, yang lahir di Kediri pada 17 Maret 1930 silam ini menjawab, “Tujuannya supaya Kiai Hasyim Asy’ari yang memiliki pengaruh besar di kalangan umat Islam itu menggerakkan jihad. Lalu ada yang hendak mengenyampingkan, kenapa Bung Karno tidak ke BKR (TKR: RED)? Saya punya jawaban. Karena jauh sebelum itu, saat pasukan PETA terbentuk, semua komandan batalyonnya itu ulama. Dan yang punya pengaruh besar terhadap para ulama, dan santri itu kan Kiai Haji Hasyim Asy’ari,” terang Ki Darmadi.

Di antara para ulama yang memegang kendali komando terhadap pasukan PETA, salah satu cikal bakal BKR itu, adalah Panglima Divisi Suropati, Kiai Imam Sujai, Divisi Ranggalawe dengan Panglimanya Jatikusumo, wakilnya adalah Soedirman, ayah kandung Basofi Soedirman, mantan gubernur Jawa Timur. Termasuk di Jawa Barat, komandan resimennya seorang ulama yang berjuluk Singa Bekasi, Kiai Haji Noor Ali.

“Jadi pilihan Bung Karno menemui Kiai Hasyim Asy’ari itu sudah tepat, karena yang bisa menggerakkan umat Islam ya, Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Terbukti sebelum Inggris masuk seluruh komandan batalyon PETA itu ulama,” tandas Ki Darmadi.

Presiden Soekarno memang datang ke orang yang tepat, lanjut Ki Darmadi, dampak perangnya pun luar biasa, seperti digambarkan dalam buku berjudul : Api Neraka di Surabaya. “Pertempuran di Surabaya itu bagaikan neraka bagi pasukan Sekutu. Orang bisa mati-matian berperang, itu karena perintah jihad tadi,” terang Ki Darmadi.

Pelaku dan saksi sejarah lainnya, yaitu Tokoh dan sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Haji Muchit Muzadi beberapa tahun lalu mengatakan, Hari Pahlawan 10 November itu tak bisa dilepaskan dengan Resolusi Jihad NU, yang dicetuskan para ulama di Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945.

“Proklamasi yang diucapkan Bung Karno dan Bung Hatta merupakan tantangan kepada tentara Sekutu yang saat itu berkuasa setelah Jepang menyerah,” kata Kiai yang akrab dipanggil dengan Mbah Muchit ini. Pernyataan salah seorang santri Hadratus Syaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari ini kian menegaskan, bahwa Deklarasi Resolusi Jihad 21-22 Oktober 1945 merupakan kelanjutan dari hasil pertemuan Bung Karno dengan Mbah Hasyim.

Segera setelah itu, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada Tanggal 28 Oktober 1945, pasukan sekutu dibawa Brigadir Jenderal Mallaby mengambil alih lapangan udara Morokrembangan, dan beberapa gedung penting kantora jawatan kereta api, pusat telepon dan telegraf, termasuk Rumah Sakit Darmo.

Pertempuran besar tak terhindarkan antara 6 ribu pasukan Inggris dengan 120 ribu pemuda Indonesia yang terdiri dari para santri, dan tentara. Akibat kalah jumlah Mallaby meminta bantuan Hawthorn agar pihak Indonesia menghetikan pertempuran. Hawthorn pun meminta Soekarno agar mau membujuk panglima-panglimanya di Surabaya menghentikan pertempuran. Terjepit pasukan sekutu itu digambarkan dalam buku Donnison “The Fighting Cock” sebagai “Narrowly escape complete destraction” alias hampir musnah seluruhnya”, kalau tidak dihentikan Soekarno – Hatta dan Amir Syarifuddin.

Jenderal Sekutu Tewas
Karena tidak mau belajar, dari kekalahan pertama, Brigjen Mallaby pun tewas dalam pertempuran yang pecah pada Tanggal, 30 Oktober 1945. Panglima AFNEI Letjen Philip Sir Christison pun mengirim pasukan Divisi ke-5 dibawa Komando Mayor Jenderal E.C.Mansergh, jenderal yang terkenal karena kemenangannya dalam Perang Dunia II di Afrika saat melawan Jenderal Rommel, jenderal legendaris tentara Nazi Jerman. Mansergh membawa 15 ribu tentara, dibantu 6 ribu personel brigade45 The Fighting Cock dengan persenjataan serba canggih, termasuk menggunakan tank Sherman, 25 ponders, 37 howitser, kapal Perang HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, dan 12 kapal terbang jenis Mosquito.

Dengan mesin pembunuhnya itu, Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya, untuk bertekuk lutut alias menyerah, yang berarti mengakui Indonesia belum merdeka.

”Ultimatum Sekutu itu pun tak digubris sehingga terjadilah pertempuran 10 November 1945 dengan korban yang tidak sedikit, bahkan para santri dari Kediri, Tuban, Pasuruan, Situbondo, dan sebagainya banyak yang menjadi mayat dengan dibawa gerbong KA,” kata Mbah Muchit.

Kiai Kelahiran Tuban Jatim pada 1925 itu menambahkan, semangat dan tekad untuk merdeka itu merupakan semangat yang dipupuk melalui Resolusi Jihad NU yang digagas para ulama NU di Jalan Bubutan, Surabaya.”Tapi, terus terang, semuanya itu tidak tercatat dalam sejarah, karena ulama NU itu memang tidak ingin menonjolkan diri, sebab mereka berbuat untuk bangsa dan negara demi ridlo dari Allah SWT, bukan untuk dicatat dalam sejarah,” katanya.

Dampak perlawanan itu sepertinya tidak pernah terpikir oleh pasukan Sekutu, yang mengultimatum, agar seluruh pemuda, dan pasukan bersenjata bertekuk lutut. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

“Kenapa bisa begitu? Karena sebenarnya yang fanatik melbu suwargo (Bhs Jawa: masuk surga: RED.) itu kan Islam, jadi sudah tidak mikir apa-apa lagi. Mana ada Jenderal Sekutu tewas dalam Perang Dunia Kedua, itu kan hanya terjadi di Surabaya, di Indonesia, dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby,” kata Ki Darmadi menandaskan.

David Welch menggambarkan dasyatnya pertempuran itu dalam bukunya, Birth of Indonesia (hal. 66),“Di pusat kota pertempuran adalah lebih dasyat, jalan-jalan diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda, kucing-kucing serta anjing-anjing bergelimangan di selokan selokan. Gelas - gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telephon bergelantungan di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah gedung-gedung kantor yang kosong. Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang”

Pertempuran berlangsung dengan ganas selama 3 minggu. Pada akhir bulan November 1945 seluruh kota telah jatuh ke tangan sekutu. Namun semangat perlawanan oleh para pejuang Indonesia yang masih hidup tak bisa dipadamkan. Para santri, dan tentara mengikuti ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya dan kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur. Beberapa versi menyebut, korban dari pihak Republik Indonesia mencapai 20 ribu, bahkan ada yang menyebut 30 ribu jiwa.

Pelaku dan Saksi Sejarah
Pertanyaan, kemudian muncul, bagaimana membuktikan bahwa peristiwa Pertemuan Bung Karno dengan Rais Akbar Kiai Haji Hasyim Asy’ari itu benar? Mendapat pertanyaan ini Ki Setyo Oetomo Darmadi, menjelaskan posisinya. Menurutnya, Inggris datang ke Surabaya itu jauh sebelum meletus Perang 10 November 1945.

“Setelah meletus Pemberontakan PETA yang dipimpin Soepriyadi, saya dan ayah saya sekeluarga ditahan oleh penjajah Jepang, setelah Proklamasi Kemerdekaan, yaitu pada Tanggal 25 Agustus kami sekelurga dibebaskan. Usia saya saat itu 15 tahun, lalu masuk BKR. Karena saya Adiknya Soepriyadi, saya bisa kenal sama kiai-kiai, di antaranya Pak ud (KH Jusuf Hasyim), Pak Baidlowi, lalu bapaknya Pak Rozi Munir, yaitu Pak Munasir. Dan kebetulan saya masih familinya Bung Karno, jadi saya tahu ada pertemuan Bung Karno dengan Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Hasil pertemuan itu juga disampaikan oleh Bung Karno kepada para anggota BKR,” ungkap Ki Darmadi menjawab, asal sumber kesaksian.

Seruan Resolusi Jihad yang disampaikan di depan Presiden Soekarno oleh Rois Akbar Kiai Haji Hasyim Asy’ari merupakan peristiwa sejarah yang terpendam, dan hanya menjadi sejarah lisan. Namun, peristiwa tersebut bukan isapan jempol. Saat penulis meneliti sejumlah arsip Kabinet Presiden di Arsip Nasional, Cilandak, Jakarta Tahun 2001, penulis menemukan indeks tentang Resolusi Jihad. Namun saat saya pesan untuk saya baca, ternyata bagian pelayanan arsip tersebut menyatakan arsip sudah kosong, alias hilang.(abdullah taruna)

Renungan Ramadhan


الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله.  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كُتِبَ عَلَى الذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ma’asyiral Mu’minin Rohimakumullah
Tak terasa kita kembali berjumpa dengan bulan yang suci, istimewa dan mulia: Ramadhan. Banyak sekali kejadian penting yang terjadi di bulan ini sehingga patut menjadi alasan keistimewaan Ramadhan di bandingkan sebelas bulan yang lain.
Hal terpenting yang harus disebut hubungannya dengan Ramadhan adalah diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Ada pula momentum penting lainnya yaitu perang badar dan penaklukan (fathu) Makkah. Keduanya mempunyai peran luar biasa dalam perjuangan umat Islam pada masa itu. Keduanya selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan Islam di dunia. Begitu istimewanya bulan Ramadhan sehingga Rasulullah saw bersabda:
قد أتاكم رمضان سيد الشهور فمرحبابه وأهلا جاء شهر الصيام بالبركات فأكرم به من زائر هو ات
Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan, telah datang. maka sambutlah Bualan puasa dengan segala berkahnya telah datang. Maka muliakanlah. Sungguh amat mulialah tamu kalian ini.
Tidak hanya dalam wacana keIslaman saja Ramadhan menjadi Istimewa. Di Indonesia Ramadhan bulan bersejarah karena proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 agustus tahun 1945 bertepatan pula dengan Ramadhan. Lantas apakah sebenarnya nilai istimewa yang terkandung dalam Ramadhan itu?


Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya dilakukan pada bulan itu saja yaitu puasa. Dengan segala ‘fasilitas’ dan ‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat muslim memanfaatkan bulan ini sebaik-sebaiknya untuk menyucikan diri hingga putih bersih ‘sebagaimana saat kelahirannya’
Masalahnya adalah, apakah kita cukup peduli pada keistimewaan Ramadhan? apakah kita siap mendapatkan fasilitas, dengan berbagai keistimewaannya? Atuakah Jangan-jangan kita sudah tidak merasa memerlukan lagi fasilitas itu atau jangan-jangan kita tidak lahi membutuhkan dan merasa tidak perlu dengan bulan Ramadhan, na’udzubillah mindzalik…


Keistimewaan Ramadhan ini akan sangat terasa jika kita maknai sebaik mungkin dengan mengisinya dengan bermacam bentuk peribadahan. Sehingga keistimewaan itu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana halnya hari ulang tahun seseorang yang tidak bermakna jika tidak dimaknai oleh yang bersangkutan. Begitu pula dengan Ramadhan.Tanpa pemaknaan itu Ramadhan hanya akan menjadi satuan waktu biasa. Setiap harinya sama tidak istimewanya dengan hari-hari lainnya. Tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tiak menempatkan makna khusus terhadapnya.

Tetapi para jama’ah rahimakumullah…
 memberikan makna dan nilai untuk bulan Ramadhan, tidak berarti kita berlebih-lebihan mengisinya di bulan ini saja dan untuk sebelas bulan selanjutnya kita teledor. Karena aktualisasi makna Ramadhan itu justru terdapat dalam sebelas bulan lainnya. Ramadhan harus menjadi titik tolak perjalanan kehidupan muslim di sepanjang tahun selebihnya. Seperti halnya fathu makkah ataupun perang badar yang menjadi tonggak perjalanan umat Islam di dunia.

Dengan kata lain, nilai optimal Ramadhan baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan bulan ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku kita. Sudahkan kita memenuhi kewajiban kita atas perintah-perintah-Nya? Masih pantaskah kita menuntut hak dari-Nya, padahal kita tak selalu memenuhi kewajiban kita atas-Nya? Atau malahan Allah telah memenuhi hak kita, namun kita tak pernah menyadarinya! Astagfirullah…
Pada hakikatnya, Allah swt tidak pernah memerlukan kita. Namun kita harus tahu diri bahwa segala fenomena alam di dunia ini merupakan tanda dan pelajaran mengenai kekuasaan-Nya. Tidak diciptakan semua makhluk di dunia ini kecuali untuk mengabdi pada-Nya. Dan segala di dunia menjadi jalan mengabdi untuk-Nya. Maka, jalan menuju ilahi bagi makhluk sosila seperti manusia adalah mengabdikan diri dengan cara memperbaiki pola hubungan kita dengan sesama manusia, lingkungan dan dunia sekitar kita. Dengan bahasa lain, hubungan transcendental (hablum minallah) antara manusia dan tuhan tak akan lengkap dan sempurna tanpa merangkai hubungan horizontal (hablum minan nas) antar manusia.

Oleh karena itu Ramadhan adalah waktu yang diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk dimanfaatkan manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan membelajari poa kehidupan yang sehat. Sangat saying jika dilewatkan.
Namun, bukankah Ramadhan hanyalah putaran waktu yang akan hadir kembali pada tahun yang akan datang? ah, siapakah kita ini hingga seyakin itu akan menemui Ramadhan yang akan datang? bukankah hidup ini adalah misteri tersbesar umat manusia? Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya!

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Disarikan dari Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat,  Ampel Suci 2003.

GUS DUR ........Pojok yang Keramat

Jakarta, NU Online
Di akhir tahun 70-an, KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) mulai aktif di NU. Kemudian tahun 1984, Gus Dur terpilih menjadi ketua PBNU, memimpin organisasi muslim terbesar di dunia ini hingga tahun 2000. Ia berkantor di salah satu ruangan kecil, di lantai dasar gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat.

Hingga beberapa jam sebelum wafat, ia yang juga mantan presiden RI ke-4 ini, masih sempat menengok ruangan itu.

Menurut Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, ruangan Gus Dur itu, sempit, sumpek dan jelek. Tapi di situlah Gus Dur menerima tamunya dari berbagai kalangan tanpa membedakan agama, suku, atau golongan.

“Pernah ada tamu Gus Dur dari Sudan, namanya Syekh Tajudin. Ia terheran-heran dengan kantor PBNU. Dia bertanya, Ini kantor Abdurahman Wahid? Nggak ada yang lainnya? Jadi, Bayangan dia dari Sudan, kantor PBNU itu megah,” jelasnya disambut tawa hadirin.

“Di ruangan itu pula pertama kali saya kenal Mohammad Sobary, Bondan Gunawan, Rahman Toleng, Marsilam Simanjuntak dan segala macam manusia, dari latar belakang berbeda. Bahkan orang-orang dari luar negeri,” tambahnya saat meresmikan Pojok Gus Dur di gedung PBNU lantai 8, Ahad sore, 7 Agustus 2011.

Pojok Gus Dur bertempat di lantai dasar gedung PBNU, berisi koleksi sebagian buku, termasuk buku-buku yang ditulis Gus Dur dan buku-buku karya orang lain mengenai Gus Dur, audio books, kaset, foto dan cakram padat milik Gus Dur, kaset-kaset wayang, ceramah Gus Dur, dan lain-lain.

Kang said melanjutkan dengan filosofi pojok. Menurutnya, Rasulullah berjuang dari pojok Gua Hira'. Kemudian Islam tersebar ke seluruh dunia. Imam Khomeini berjuang dari pojok atau khaujahnya yang kecil. Dari situlah lahir revolusi Iran yang luar biasa. Mbah Hasyim, berjuang dari rumahnya yang sederhana di Tebuireng. Dan, Gus Dur berjuang dari pojok PBNU yang kecil, pengap, jelek. Tapi penuh karomah.

“Memang gedung PBNU di samping Jalan Kramat. Keramatnya ada di pojok Gus Dur itu. Meski sumpek, sempit, tapi keramat. Saya bersaksi melihat Gus Dur munajat dan istighosah tak ada henti-hentinya. Gus Dur nggak pernah berhenti baca Fatihah. Paling tidak, sehari-semalam, seratus kali untuk Amar Bin Yasir, sahabat yang berperan sebagai BIN kalau sekarang. Intelejen. Kalau dia diam, bibirnya baca Fatihah,” pungkasnya.

PKB masih Tunggu Waktu yang Tepat, Tentukan Capres

Jakarta — Munculnya sejumlah nama – nama yang di calonkan menjadi presiden pada Pilpres 2014 mendatang yang dilakukan oleh partai lama maupun partai baru, bagi Partai Kebangkitan Bangsa, hal tersebut tidak memiliki dampak atau pengaruh sama sekali, untuk menetapkan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung pada pemilu mendatang PKB masih menunggu waktu yang benar - benar tepat.

"PKB masih akan menyiapkan nama capres dan cawapres pada saatnya nanti dan pada saat yang tepat," kata Ketua DPP PKB Marwan Ja'far di Jakarta.

Dengarkan aspirasi dari pengurus – pengurus daerah serta mendengarkan aspirasi Nahdlatul Ulama, adalah penting dilakukan oleh PKB dalam menetapkan capres dan cawapres yang akan kita usung.

Lebih lanjut dipastikan oleh Marwan, “PKB akan mengusung kader terbaik partai dan kader terbaik untuk bangsa dan Negara agar Indonesia dapat lebih maju lagi.”

Hingga saat ini, PKB masih fokus dalam mempersiapkan dan melakukan konsolidasi internal Partai. Guna menyongsong pemilu 2014 nanti PKB juga tengah melakukan penataan partai dan membuat program – program partai kedepan. (mil/lie berbagai sumber)

PKB Ajak Elit Politik Kembali Pada Politik Sederhana dan Politik Jujur

Jakarta – Saling tuding dan saling serang antar partai politik dewasa ini telah menandakan betapa carut marutnya kondisi politik pada saat ini. Berkaitan dengan hal itu Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengajak seluruh partai politik untuk mengakhiri saling serang antar partai dan kembali berpolitik sederhana.

Dinyatakan oleh Ketua Fraksi PKB DPR RI Marwan Jafar, saat ini kesederhanaan dan kejujuran dalam berpolitik merupakan sebuah barang yang mewah bagi elite bangsa di negeri ini.

"Hal tersebut tampak dalam hingar-bingarnya kondisi perpolitikan tanah air yang telah mempertontonkan akrobat elite yang saling serang dan memojokkan secara terbuka, pameran politik penuh politicking, yang saling mengungkap borok, saling sikut dan sodok, yang semuanya itu tanpa malu-malu lagi telah dipertontonkan secara terbuka ke publik," ujar Marwan Ja'far dalam keterangan tertulisnya.

Jika kecendrungan politik seperti ini di biarkan, menurut marwan, maka akan ada kekhawatiran bahwa politik menjadi sebuah panglima atau tujuan dan bukan sebagai sebuah alat guna mewujudkan kesejahteraan. Sehingga hal tersebut akan membuat lemahnya kepercayaan masyarakat terhadapap partai politik khusunya elite politik.

"Situasi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, sudah seharusnya semua elite politik mulai menghentikan semua prilaku politik yang kontraproduktif dan tidak mendidik rakyat. Sebab, rakyat sangat merindukan politik yang sederhana dan kesederhanaan dalam berpolitik," imbuh Marwan.

Marwan mengatakan, para elite politik seharusnya sudah tidak perlu lagi untuk melakukan manuver – manuver politik yang saya kira hanya mengedepankan kepentingan pribadi ataupun kelompok. Namun kepentingan bangsalah yang di kedepankan sebagai kepentingan yang besar.

Lebih lanjut Marwan yang mengatasnamakan FPKB mengajak kepada seluruh elit bangsa dan elit politik untuk kembali kepada konsep politik yang sederhana dan lebih mengedepankan kesederhanaan dalam berpolitik. Agar dinamika dan proses politik pada Negara ini dapat berjalan secara beradab, produktif dan transformative.

"Inilah sebuah barang yang hilang dari elite politik di Indonesia yang harus segera kita wujudkan kembali bersama-sama. Jika para elite politik tidak bersedia untuk melakukannya, maka bangsa ini hanya tinggal menunggu saat terjadinya kebangkrutan politik yang kian nyata." (mil/lie berbagai sumber)

Senin, 08 Agustus 2011

Abdurrahman Wahid

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun[1]) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kehidupan awal
Gus Dur semasa muda.

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".[2] Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".[2]

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan[3]. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.[4][5] Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.[5] Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.[5]

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya[6]. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.[7]
[sunting] Pendidikan di luar negeri

Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak universitas bahwa ia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid terpaksa mengambil kelas remedial.[8]

Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; ia suka menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas [9].

Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis laporan [10].

Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya.[11] Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar.[11] Pendidikan prasarjana Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad.[12] Wahid pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970, Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui.[13] Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.
[sunting] Awal karier

Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan bergabung ke Lembaga Penelitian,Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut "Prisma" dan Gusdur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor LP3ES,Gusdur juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat itu,pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Gusdur merasa prihatin dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gusdur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah,pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Gusdur memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis,menulis untuk majalah dan surat kabar Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu,ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang,tempat Gusdur tinggal bersama keluarganya.

Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu,Gusdur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 Gusdur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada tahun 1977,Gusdur bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dan Universitas ingin agar Gusdur mengajar subyek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas.
[sunting] Nahdlatul Ulama
[sunting] Awal keterlibatan

Latar belakang keluarga Wahid segera berarti. Ia akan diminta untuk memainkan peran aktif dalam menjalankan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga [14]. Karena mengambil pekerjaan ini, Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Wahid memimpin dirinya sebagai reforman NU.

Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye PPP dengan menangkap orang seperti dirinya [15]. Namun, Wahid selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny Moerdani.
[sunting] Mereformasi NU

Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (yang termasuk Wahid) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan keketuaan. Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU pada era transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi akhirnya mundur karena tekanan. Pada 6 Mei 1982, Wahid mendengar pilihan Idham untuk mundur dan menemuinya, lalu ia berkata bahwa permintaan mundur tidak konstitusionil. Dengan himbauan Wahid, Idham membatalkan kemundurannya dan Wahid bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang yang meminta kemundurannya [16].

Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan Sunnah untuk pembenaran dan akhirnya, pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara [17]. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada terhambat dengan terlibat dalam politik.
[sunting] Terpilih sebagai ketua dan masa jabatan pertama

Reformasi Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Wahid sebagai ketua baru NU. Wahid menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut. Namun demikian, persyaratannya untuk dapat memilih sendiri para pengurus di bawahnya tidak terpenuhi. Pada hari terakhir Munas, daftar anggota Wahid sedang dibahas persetujuannya oleh para pejabat tinggu NU termasuk Ketua PBNU sebelumnya, Idham Chalid. Wahid sebelumnya telah memberikan sebuah daftar kepada Panitia Munas yang sedianya akan diumumkan hari itu. Namun demikian, Panitia Munas, yang bertentangan dengan Idham, mengumumkan sebuah daftar yang sama sekali berbeda kepada para peserta Munas.[18]

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila.[19] Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Suharto. Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia.[20] Hal ini merenggangkan hubungan Wahid dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.[21] Pada tahun 1987, Gus Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyediakan interpretasi teks Muslim.[22] Gus Dur pernah pula menghadapi kritik bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam sekular "selamat pagi".[23]
[sunting] Masa jabatan kedua dan melawan Orde Baru

Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung. Gus Dur menolak karena ia mengira ICMI mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat.[24] Pada tahun 1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.[25] Selama masa jabatan keduanya sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.[26]
[sunting] Masa jabatan ketiga dan menuju reformasi

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi.[27] Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto. Wahid menasehati Megawati untuk berhati-hati dan menolak dipilih sebagai Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998. Megawati mengacuhkannya dan harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markas PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI yang didukung pemerintah, Soerjadi.

Melihat apa yang terjadi terhadap Megawati, Gus Dur berpikir bahwa pilihan terbaiknya sekarang adalah mundur secara politik dengan mendukung pemerintah. Pada November 1996, Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU dan beberapa bulan berikutnya diikuti dengan pertemuan dengan berbagai tokoh pemerintah yang pada tahun 1994 berusaha menghalangi pemilihan kembali Gus Dur.[28] Pada saat yang sama, Gus Dur membiarkan pilihannya untuk melakukan reformasi tetap terbuka dan pada Desember 1996 bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal dari Krisis Finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi tersebut. Gus Dur didorong untuk melakukan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun ia terkena stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit, Wahid melihat situasi terus memburuk dengan pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998 setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman Soeharto. Soeharto memberikan konsep Komite Reformasi yang ia usulkan. Sembilan pemimpin tersebut menolak untuk bergabung dengan Komite Reformasi. Gus Dur memiliki pendirian yang lebih moderat dengan Soeharto dan meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati janjinya.[29] Hal tersebut tidak disukai Amien, yang merupakan oposisi Soeharto yang paling kritis pada saat itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.
[sunting] Reformasi
[sunting] Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga pertai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.

Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.
[sunting] Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR
Amien Rais dan Gus Dur pada Sidang Umum MPR.

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim.[30] Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden.[31] Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.[32]

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
[sunting] Kepresidenan
[sunting] 1999

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.[33]

Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.[34]

Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat.[33] Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel [35].

Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.[36]
[sunting] 2000
Abdurrahman Wahid di Forum Ekonomi Dunia tahun 2000.

Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.[37]

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto.[38]

Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat.[39] Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.[40] Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.[41]

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.[42] Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.[43]

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.[44]

Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.[45]

Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.[46] Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.[47] Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.

Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia.[48] Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.[49]
[sunting] 2001 dan akhir kekuasaan

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional.[50] Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji.[51] Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.

Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi.[52] Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan.[53]. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.

Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.[54] Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan,[55] yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001.[56] Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan.[57]. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar[58] sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.[59] Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.[60]
[sunting] Aktivitas setelah kepresidenan
[sunting] Perpecahan pada tubuh PKB

Sebelum Sidang Khusus MPR, anggota PKB setuju untuk tidak hadir sebagai lambang solidaritas. Namun, Matori Abdul Djalil, ketua PKB, bersikeras hadir karena ia adalah Wakil Ketua MPR. Dengan posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro, Gus Dur menjatuhkan posisi Matori sebagai Ketua PKB pada tanggal 15 Agustus 2001 dan melarangnya ikut serta dalam aktivitas partai sebelum mencabut keanggotaan Matori pada bulan November.[61] Pada tanggal 14 Januari 2002, Matori mengadakan Munas Khusus yang dihadiri oleh pendukungnya di PKB. Munas tersebut memilihnya kembali sebagai ketua PKB. Gus Dur membalasnya dengan mengadakan Munasnya sendiri pada tanggal 17 Januari, sehari setelah Munas Matori selesai[62] Musyawarah Nasional memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Dewan Penasehat dan Alwi Shihab sebagai Ketua PKB. PKB Gus Dur lebih dikenal sebagai PKB Kuningan sementara PKB Matori dikenal sebagai PKB Batutulis.
[sunting] Pemilihan umum 2004

Pada April 2004, PKB berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, memperoleh 10.6% suara. Untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat akan memilih secara langsung, PKB memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis sehingga Komisi Pemilihan Umum menolak memasukannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan dari Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Untuk pemilihan kedua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur menyatakan golput.
[sunting] Oposisi terhadap pemerintahan SBY

Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga BBM.
[sunting] Kehidupan pribadi

Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa dan saat ini adalah direktur The Wahid Institute.
[sunting] Kematian

Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan strok. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri.[63] Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.[64]
[sunting] Penghargaan

Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership. [65]

Wahid dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.[5]

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM.[66][67] Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru.[66] Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.[66] Pada 21 Juli 2010, meskipun telah meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010.[68] Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.
[sunting] Tasrif Award-AJI

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006.[69] Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu.[70] Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The Jakarta Post membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.[70]

Sabtu, 06 Agustus 2011

WARGA NU BOLEH DI PARTAI SELAIN PKB ASAL JADI KETUA

Semarang - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqiel Siradj mengajak para warga Nahdlatul Ulama
atau biasa disebut warga nahdliyin ikut membesarkan Partai Kebangkitan Bangsa.

"Jika warga NU ikut aktif di PKB maka Isya Allah partai yang ahlus sunnah wal jamaah ini akan mendapatkan suara 5 persen lebih," kata Said Aqil Siradj di Semarang, Jum'at, (25/3).

Permintaan Said ini disampaikan dalam sambutan acara silaturahmi Alim Ulama Jawa Tengah bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga Ketua Dewan Tanfidziyah PKB Muhaimin Iskandar yang diselenggarakan di Kantor NU Jawa Tengah.

Said mengakui dirinya sangat dekat dengan PKB. Sebab, dirinya ikut membidani kelahiran partai berlambang bola dunia dilingkari bintang tersebut.

Bahkan, Said menyebut dirinya adalah salah satu penndiri PKB. "Saya ini seperti komisaris utamanya PKB," kata Said yang disambut tertawa dan tepuk tangan para peserta silaturahmi.

Sebelumnya, Said juga menyatakan pernah ikut menjadi juru kampanye PKB pada pemilu 1999 lalu. Said menyangkal jika pernyataan dirinya mengajak warganya NU ikut PKB melanggar khittah NU, di mana salah satunya melarang NU berpolitik praktis.

Meski mengajak warga nahdliyin membesarkan PKB, tapi Said Aqil menyatakan tidak akan melarang warga nahdliyin aktif di partai lain. Namun, Said memberikan catatan agar warga NU yang aktif di partai lain tidak sekedar menjadi pesuruh, tapi harus menjadi ketua ataui pimpinan. "Warga NU bisa jadi ketua PDIP atau Golkar," kata Said. (sumber: tempointeraktif)

PKB Harus Serius Dongkrak Suara

kursi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPRD Jateng pada Pemilu 2014 terpenuhi, Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jawa Tengah KH Munif Muhammad Zuhri meminta para pengurus melakukan pekerjaan politik dengan serius dan meninggalkan kebiasaan basa-basi.

”Slogan ‘Membela yang Benar’ itu tujuannya mensejahterakan umat. Seluruh pengurus partai harus benar-benar bekerja serius,” tuturnya kepada peserta rapat konsolidasi DPC PKB se-Jateng di Patra Convention Hotel Semarang, Sabtu (12/3) .
Pengasuh Pondok Pesantren Girikusumo Mranggen, Demak, itu, menambahkan, berpolitik adalah menyatukan kekuatan yang ada untuk mengubah dan mengarahkan sehingga tercapai satu tujuan.


”Tutuplah celah perbedaan yang mengarah pada pertikaian dan perpecahan. PKB ke depan semoga bisa menjadi harapan bangsa,” ujarnya.
Ketua Tanfidz DPW PKB Jateng Abdul Kadir Karding mengatakan, keseriusan dan kerja terfokus dapat mencapai target yang diinginkan.
”Sebagai kunci untuk menjadikan partai ini besar, bermanfaat dan disegani, kita harus serius,” katanya.

Ditambahkan, pengembangan basis PKB dapat dilakukan dengan menjaga hubungan yang sinergis dengan NU. Untuk itu, menurut ketua Komisi IX DPR-RI ini, budaya pengajian dan forum-forum tradisi ke-NU-an perlu ditingkatkan.
Sekretaris DPW PKB Jateng, Sukirman, menambahkan, dalam konsolidasi tersebut pihaknya meminta kepada pengurus DPC agar membentuk kepengurusan PKB hingga tingkat ranting/desa.

PKB LARANG KADERNYA MASUK NASDEM

www.fpkb-dpr.or.id --- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) resmi melarang anggotanya untuk aktif di Nasional Demokrat (Nasdem). Jika ada kader yang tetap ikut aktif di organisasi itu, "Kami akan suruh pilih, kamu tetap di sana (Nasdem) atau tetap di PKB," kata Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Aziz Mansyur,

Menurut Kyai Aziz akrab sapaannya, sikap partai melarang anggotanya aktif di ormas buatan Surya Paloh tersebut karena pada akhirnya Nasdem ujung-ujungnya bakal jadi partai politik juga. Ketua Dewan Syura DPP PKB ini yakin bahwa Nasdem bakal mengubah diri sebagai sebuah kekuatan partai politik.Karena itulah pelarangan resmi yang dicetuskan dalam Mukernas PKB 21-23 Juli di Jakarta sebagai antisipasi PKB terhadap kemungkinan tersebut.

Kyai Aziz meminta kader yang terlanjur aktif di Nasgem segera keluar. "Kalau tetap mengikuti (Nasdem), itu namanya munafik," tegasnya. Dia meminta jika ada anggota PKB yang ingin aktif di ormas, maka jangan memilih Nasdem. "Silakan aktif di ormas-ormas yang ada di bawah PKB," katanya.

Larangan PKB ini memperpanjang daftar parpol yang malarang anggotanya aktif di Nasdem. Hal serupa sebelumnya, Partai Golkar secara tegas melarang anggotanya untuk masuk Nasdem.(dpp-pkb / Syam )

TRAGEDI 14 OKTOBER 2003

Korban Bentrok Massa PKB dengan GPK
BOROBUDUR-Mujiono (43) saat ini hanya bisa terbaring di RSU Muntilan, akibat kepalanya dibacok sekelompok pemuda yang diduga berasal dari Gerakan Pemuda Kakbah (GPK) dari Temanggung.

''Ada delapan luka jahitan di kepalanya,'' kata Ketua DPC PKB Kabupaten Magelang KH M Yusuf Ch, kemarin, saat memberikan keterangan mengenai bentrokan kader PKB dengan GPK Temanggung. Insiden itu terjadi Minggu (12/10) sore.

Ia mengemukakan, usai menghadiri pelantikan Dewan Pimpinan Ranting PKB di Windusari, Mujiono -penduduk Dusun Gejiwan, Desa Sidosari, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang- bersama kawan-kawannya berboncengan naik 10 sepeda motor. Mereka dicegat sekelompok pemuda di wilayah Salaman.

Karena yang dihadapi tidak imbang, mereka berbalik. Namun pemuda yang mengadang tadi mengejar. Kepala Mujiono disabet dengan parang, hingga luka parah.

''Yang menjadi korban insiden Salaman seluruhnya tujuh orang. Dua rawat jalan dan empat luka memar,'' kata Gus Yusuf, sambil menunjukkan seragam laskar yang dipakai Mujiono yang berlumuran darah kering.

Ia membantah tuduhan yang menyebutkan kader-kader PKB yang tergabung dalam laskar melempari kaca jendela rumah Gus Nurul, ketua GPK Kabupaten Magelang, hingga rusak.

''Saat kejadian, kaca jendela rumah Gus Nurul belum dipasang. Sehingga logikanya tak ada kaca jendela yang pecah. Laskar PKB tidak melakukan perlawanan, karena pemuda yang mencegat banyak,'' katanya.

Gus Yusuf mengemukakan, GPK dari Temanggung malam itu pula ''dievakuasi'' dengan menggunakan mobil polisi ke daerah asalnya.

Menurut dia, DPC PKB dan PPP Kabupaten Magelang tak ada persoalan. Hubungan laskar dan GPK pun baik. Situasi kondusif tersebut hendaknya terus dipelihara, sehingga kamtibmas tetap terkendali.

Ia menyesalkan iktikad buruk partisan daerah lain, yang berusaha merusak situasi Kabupaten Magelang yang sudah kondusif.

GPK Temanggung yang menganiaya kader partainya adalah ''pelarian'' dari Secang, akibat diuber Laskar Naga Utara Kabupaten Magelang, beberapa jam sebelum insiden Salaman terjadi.

Dengan naik sepeda motor dan sebagian mobil, sekitar 100 anggota Laskar Naga Utara Secang hari itu bermaksud menghadiri acara di Windusari. Di dekat Simpang Tiga Secang, mereka berpapasan dengan rombongan GPK Ekstrem Kaloran, Temanggung, yang jumlahnya seimbang.

''Dari kejauhan mereka sudah mengobat-abitkan pedang, celurit, dan rantai. Saya acungkan jempol, tanda persahabatan. Tetapi di barisan belakang konvoi rombongan saya, yang akan dilantik sebagai pengurus PKB Ranting, digebuk,'' kata Sukardi, yang juga penasihat Laskar Naga Utara.

Rombongan Secang tidak terima kawannya ada yang dianiaya, sehingga terjadilah bentrok fisik. Dalam jumpa pers di Rumah Makan Jimbaran, ia mengemukakan senjata yang dibawa GPK tak hanya parang, celurit, dan rantai, tetapi juga batu dalam jumlah banyak. Batu-batu itu disimpan di dalam mobil.

Setelah bentrokan itu dihentikan, diketahui belasan anggota GPK luka dan mendapat perawatan di rumah sakit.

Dalam pertemuan antara GPK dan Laskar hari itu pula di kantor Polsek Secang, disepakati mereka untuk damai dan tak ada perselisihan di kemudian hari. Dalam surat bermaterai disebutkan, celurit dan ruyung milik GPK Kaloran diamankan polisi.

Juga disebutkan, korban yang luka ditanggung sendiri oleh GPK yang berafiliasi ke PPP itu. Tetapi sepeda motor milik Laskar Secang yang rusak juga menjadi tanggungan Laskar Naga Utara.

Surat perdamaian itu ditandatangani Ketua Laskar Naga Utara Abidin Mochtar (34) dan Gus Ibrahim (24), pimpinan GPK Kaloran, Temanggung. Sebagai saksi, Kamil, Muryadi, Rohmad (ketiganya dari GPK) serta Sutrisno (ketua Passus) dan Sukardi.

Thoyfoer Sesalkan

Sementara itu, Ketua DPW PPP Jawa Tengah KH Achmad Thoyfoer menyesalkan terjadinya bentrokan antarmassa yang menggunakan atribut Laskar PKB dan GPK PPP di jalan raya pertigaan Kecamatan Secang itu.

"Saya belum menerima penjelasan secara rinci kronologi peristiwa itu, tapi sudah mendengar dan menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut," katanya di sela-sela kesibukan mengikuti halaqah ulama se-Jawa dan rapimwil PPP Jateng di Pondok Pesantren Nurul Falah Magelang, yang berakhir Selasa.

Thoyfoer berharap, pertemuan ulama PPP se-Jawa itu dapat mencegah kasus serupa agar tidak terulang di masa mendatang.

"Saya kumpulkan para ulama, agar kasus seperti itu tidak terjadi lagi," katanya. Bentrokan antarmassa dua parpol itu sehari sebelum berlangsungnya halaqah, yang dibuka Wakil Presiden Hamzah Haz.

Sedangkan Ketua DPC PPP Kabupaten Magelang KH Abdul Rozaq mengatakan, dalam peristiwa itu sedikitnya 15 orang dari kedua kelompok mengalami luka-luka dan mendapat perawatan medis, antara lain di RSU Tidar Magelang dan RS Pembantu Salaman.

Bentrokan itu terjadi saat kelompok GPK Temanggung hendak menghadiri pengajian di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, sedangkan kelompok Laskar PKB hendak ke Windusari menghadiri harlah kelima parpol tersebut, yang dihadiri Ketua DPP PKB Mahfud MD.

Sehubungan terjadinya peristiwa itu, Ketua DPC PPP Kabupaten Magelang menginstruksikan kepada pengurus pimpinan anak cabang (PAC) dalam melaksanakan acara agar mengajukan surat pemberitahuan ke Polres Magelang, dengan tembusan polsek setempat.

Jumat, 05 Agustus 2011

Syi'ir Tanpo Waton al-magfurlah KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur)

استغفر الله ربّ البرايا # استتغفر الله من الخطا يا
ربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا صالحا

يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع الشان و الدرج
عطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل الجود والكرم

Ngawiti ingsun nglaras Syiiran
Kelawan muji marang Pangeran
Kang paring rahmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mong ngaji Syare'at bloko
Gur pinter ndongeng, nulis lan moco
Tembe mburine bakal sengsoro

Akeh kang apal Qur'an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe gag di gatekke
Yen isih kotor ati akale

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma'rifate
Ugo hakikot manjing rasane

Al-Qur'an Qodim wahyu minulyo
Tanpo ditulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing njero dodo

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu'jizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman

Kelawan Allah kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadhohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran

Kelawan konco dulur lan tonggo
kang podo rukun ojo ngasio
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito

Ayo nglakoni sakabehane
Allah kang bakal ngangkat derajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate

Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese